TUGAS
INDIVIDU :
PERBANDINGAN SISTEM PEMERINTAHAN INDONESIA DAN INDIA

OLEH :
RESTU SETIADI
STAMBUK : 214-101-048
KELAS : FIA / B
PROGRAM STUDI
ADMINISTRASI NEGARA
FAKULTAS ILMU
ADMINISTRASI
UNIVERSITAS LAKIDENDE
UNAAHA
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala
limpahan rahmat, taufik dan hiDayah_Nya
sehingga saya dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini dalam bentuk maupun
isinya yang sangat sederhana. Semoga makalah ini dapat dipergunakan sebagai
salah satu acuan, petunjuk maupun pedoman bagi pembaca.
Harapan saya semoga makalah ini membantu menambah
pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca, sehingga saya dapat memperbaiki
bentuk maupun isi makalah ini sehingga kedepannya dapat lebih baik.
Makalah ini saya akui masih banyak kekurangan karena
pengalaman yang saya miliki sangat kurang. Oleh kerena itu saya harapkan kepada
para pembaca untuk memberikan masukan-masukan yang bersifat membangun untuk
kesempurnaan makalah ini.
Unaaha, 08 Januari 2015
Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN
JUDUL………………………………………………………………
KATA
PENGANTAR……………………………………………………………..
DAFTAR
ISI……………………………………………………………………….
BAB I
PENDAHULUAN…………………………………………………………
A. Latar Belakang…………………………………………………………...
B. Rumusun Masalah………………………………………………………..
C. Tujuan Penulisan………………………………………………………...
D. Manfaat Penulisan……………………………………………………….
BAB II
PEMBAHASAN………………………………………………………….
A. Sistem Pemerintahan Indonesia…………………………………………
B. Sistem Pemerintahan India……………………………………………...
BAB III
PENUTUP……………………………………………………………….
A. Kesimpulan………………………………………………………………
B. Saran……………………………………………………………………...
STRUKTUR PEMERINTAHAN
REPUBLIK INDONESIA…………………
DAFTAR
PUSTAKA……………………………………………………………………
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Istilah sistem
pemerintahan berasal dari gabungan dua kata, yaitu sistem dan pemerintahan.
Kata sistem merupakan terjemahan dari kata system (bahasa Inggris) yang berarti
susunan, tatanan, jaringan, atau cara. Sedangkan pemerintahan berasal dari kata
pemerintah, dan kata pemerintah sendiri berasal dari kata perintah. Perintah
adalah perkataan yang bermakna menyuruh melakukan sesuatu. Pemerintah adalah
kekuasaan yang memerintah suatu wilayah, daerah, atau negara. Pemerintahan adalaha
perbuatan, cara, hal, urusan dalam memerintah.
Maka dalam arti
yang luas, pemerintahan adalah perbuatan memerintah yang dilakukan oleh
badan-badan legislatif, eksekutif, dan yudikatif di suatu negara dalam rangka
mencapai tujuan penyelenggaraan negara. Dalam arti yang sempit, pemerintahan
adalah perbuatan memerintah yang dilakukan oleh badan eksekutif beserta
jajarannya dalam rangka mencapai tujuan penyelenggaraan negara. Sistem
pemerintahan diartikan sebagai suatu tatanan utuh yang terdiri atas berbagai komponen
pemerintahan yang bekerja saling bergantungan dan memengaruhi dalam mencapai
tujuan dan fungsi pemerintahan. Kekuasaan dalam suatu negara menurut
Montesquieu diklasifikasikan menjadi tiga, yaitu Kekuasaan Eksekutif yang
berarti kekuasaan menjalankan undang-undang atau kekuasaan menjalankan
pemerintahan; Kekuasaan Legislatif yang berarti kekuasaan membentuk
undang-undang; dan Kekuasaan Yudikatif yang berati kekuasaan mengadili terhadap
pelanggaran atas undang-undang. Komponen-komponen tersebut secara garis besar
meliputi lembaga eksekutif, legislatif dan yudikatif. Jadi, sistem pemerintahan
negara menggambarkan adanya lembaga-lembaga negara, hubungan antar lembaga
negara, dan bekerjanya lembaga negara dalam mencapai tujuan pemerintahan negara
yang bersangkutan.
Tujuan
pemerintahan negara pada umumnya didasarkan pada cita-cita atau tujuan negara.
Misalnya
, tujuan
pemerintahan negara Indonesia adalah melindungi segenap bangsa Indonesia dan
untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, serta ikut
melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi
dan keadilan sosial. Lembaga-lembaga yang berada dalam satu sistem pemerintahan
Indonesia bekerja secara bersama dan saling menunjang untuk terwujudnya tujuan
dari pemerintahan di negara Indonesia. Dalam suatu negara yang bentuk
pemerintahannya republik, presiden adalah kepala negaranya dan berkewajiban
membentuk departemen-departemen yang akan melaksakan kekuasaan eksekutif dan
melaksakan undang-undang. Setiap departemen akan dipimpin oleh seorang menteri.
Apabila semua
menteri yang ada tersebut dikoordinir oleh seorang perdana menteri maka dapat
disebut dewan menteri atau kabinet. Kabinet dapat berbentuk presidensial, dan
kabinet ministrial.
Setiap negara
memiliki sistem untuk menjalankan kehidupan permerintahannya. Sistem tersebut
adalah sistem pemerintahan. Ada beberapa macam sistem pemerintahan di dunia
ini. Setiap sistem pemerintahan memiliki kelebihan dan kekurangan,
karakteristik, dan perbedaan masing-masing sistem.
B. Rumusan
Masalah
Bagaimanakah
perbandingan sistem pemerintahan Negara Indonesia dengan Negara India?
C. Tujuan
Penulisan
Menjelaskan, menguraikan, serta memaparkan perbandingan sistem pemerintahan
Negara Indonesia dengan Negara India.
D. Manfaat
Penulisan
1. Memberikan
informasi mengenai perbandingan sistem pemerintahan Negara Indonesia dengan
Negara India.
2. Dapat
menjelaskan perbandingan sistem pemerintahan Negara Indonesia dengan Negara India.
3. Menambah
wawasan dan pengetahuan mengenai perbandingan sistem pemerintahan Negara
Indonesia dengan Negara India.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Sistem
Pemerintahan Indonesia
1. Periode Tahun 1945-1949
Lama periode : 18
Agustus 1945 – 27 Desember 1949
Bentuk Negara :
Kesatuan
Bentuk Pemerintahan :
Republik
Sistem Pemerintahan :
Presidensial
Konstitusi : UUD 1945
Indonsia mulai
menerapkan sistem pemerintahan yang berdasarkan UUD 1945 sejak mulai
diberlakukan pada tanggal 18 Agustus 1945. Sistem pemerintahan adalah
presidensial, sehingga presiden bukan hanya sebagai kepala Negara tetapi
sekaligus sebagai kepala pemerintahan. Namun, karena situasi bangsa yang belum
stabil pasca penjajahan Belanda, pelaksanaan UUD 1945 pun belum bisa maksimal.
Dalam kondisi ini diberlakukan ketentuan Pasal IV Aturan Peralihan yang pada
intinya menyatakan bahwa sebelum pembentukan MPR, DPR, dan DPA maka segala
kekuasaan dijalankan oleh presiden dengan bantuan Komite Nasional Indonesia.
Pada tanggal 16
Oktober 1945, dilaksanakan Kongres Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) di
Malang dan Wakil Presiden Moh. Hatta mengeluarkan Maklumat No. X yang intinya
memberi wewenang kepada KNIP untuk membuat Undang-undang serta menetapkan GBHN.
Kemudian melalui maklumat pemerintah tanggal 14 November 1945 dibentuk Kabinet
Parlementer pertama yang dipimpin Sutan Syahrir sebagai perdana menteri, dan
menteri-menteri bertanggung jawab kepada KNIP sebagai pengganti MPR/DPR.
Kemudian system pemerintahan beralih menjadi system parlementer. UUD 1945 tidak
mengalami perubahan secara tekstual sampai pemerintahan berlangsung hingga 27
Desember 1949.
B. Periode Tahun 1949-1950
Lama periode : 27
Desember 1949 – 15 Agustus 1950
Bentuk Negara :
Serikat (Federasi)
Bentuk Pemerintahan :
Republik
Sistem Pemerintahan :
Parlementer Semu (Quasi Parlementer)
Konstitusi : Konstitusi RIS
Pada tanggal 27
Desember 1949 terbentuk Negara Republik Indonesia Serikat (RIS), Negara RIS
terdiri dari daerah Negara dan satuan kenegaraan yang tegak sendiri.
1. Daerah
Negara adalah Negara bagian, yaitu Negara Republik Indonesia Timur, Negara
Pasundan, Negara Jawa Timur, Negara Madura, Negara Sumatera Selatan, dan Negara
Sumatera Timur.
2. Satuan
kenegaraan yang tegak sendiri, yaitu Jawa Tengah, Bangka Belitung, Riau,
Kalimantan Barat, Dayak Besar, Daerah Banjar, Kalimantan Tenggara, dan
Kalimantan Timur.
Pada masa konstitusi RIS ini, system
pemerintahan yang dianut adalah system pemerintahan parlementer tidak mutlak
atau disebut quasi parlementer.
Adapun pokok-pokok system pemerintahan
masa konstitusi RIS adalah sebagai berikut:
1. Presiden
dengan kuasa dari perwakilan Negara bagian menunjuk tiga pembentuk kabinet
(Pasal 74 ayat 1).
2. Presiden
mengangkat salah seorang dari pembentuk kabinet tersebut sebagai perdana
menteri (Pasal 74 ayat 3).
3. Presiden
juga membentuk cabinet atau dewan menteri sesuai anjuran pembentuk kabinet
(Pasal 74 ayat 3).
4. Menteri-menteri (dewan menteri) dalam
bersidang dipimpin oleh perdana menteri (Pasal 76 ayat 1). Perdana menteri juga
melakukan tugas keseharian presiden jika presiden berhalangan.
5. Presiden bersama menteri merupakan
pemerintah. Presiden adalah kepala pemerintahan (Pasal 68 ayat 1).
6. Presiden juga berkedudukan sebagai
kepala Negara yang tidak dapat diganggu gugat (Pasal 69 ayat 1 dan Pasal 118
ayat 1).
7. Menteri-menteri
bertanggung jawab baik secara sendiri atau bersama-sama kepada DPR (Pasal 118
ayat 2).
8. Dewan
Perwakilan Rakyat tidak dapat memaksa menteri meletakkan jabatannya (Pasal
122).
Karena Negara
RIS bukanlah cita-cita bangsa Indonesia maka akhirnya kembali ke bentuk NKRI.
Dan pada tanggal 15 Agustus 1950 ditetapkan UUD Sementara yang merupakan
perubahan dari Konstitusi RIS. Maka dengan berlakunya UUD 1950 iniIndonesia
menjalankan pemerintahan yang baru.
C. Periode
Tahun 1950-1959
Lama periode : 15
Agustus 1950 – 5 Juli 1959
Bentuk Negara :
Kesatuan
Bentuk Pemerintahan :
Republik
Sistem Pemerintahan :
Parlementer
Konstitusi : UUDS 1950
Pada tanggal 17
Agustus 1950, Indonesia telah kembali menjadi NKRI. Bentuk Negara pun kembali
ke kesatuan dengan system pemerintahan parlementer.
Pokok-pokok
sistem pemerintahan masa UUDS 1950 adalah sebagai berikut:
1. Presiden
berkedudukan sebagai kepala Negara yang dibantu oleh seorang wakil presiden
(Pasal 45 ayat 1 dan 2).
2. Presiden dan wakil presiden tidak dapat
diganggu gugat (Pasal 83 ayat 1).
3. Presiden menunjuk seorang atau beberapa
orang sebagai pembentuk kabinet. Atas anjuran pembentuk kabinet, presiden
mengangkat seorang perdana menteri dan mengangkat menteri-menteri yang lain
(Pasal 51 ayat 1 dan 2).
4. Perdana
menteri memimpin kabinet (dewan menteri).
5. Menteri-menteri,
baik secara sendiri maupun bersama-sama bertanggung jawab atas kebijakan
pemerintah kepada DPR (Pasal 83 ayat 2).
6. Presiden
berhak membubarkan DPR (Pasal 84 ayat 1).
Pada masa ini
sering terjadi pergantian cabinet karena adanya mosi tidak percaya dari DPR.
Pada waktu itu terdapat Dewan Konstituante yang bertugas membuat UUD baru untuk
mengganti UUDS 1950. Sidang yang berlangsung tahun 1955 tidak menghasilkan
undang-undang baru. Melalui Perdana Menteri Djuanda, pemerintah mengusulkan
untuk kembali ke UUD1945. Kemudian untuk mengetahui diterima atau tidaknya usul
untuk kembali ke UUD 1945 maka diselenggarakan pemungutan suara yang
dilaksanakan secara berturut-turut pada hari Sabtu 30 Mei 1959, Senin 1 Juni
1959, dan Selasa 2 Juni 1959.
Namun,
pemungutan suara tersebut tidak berhasil mendapat dukungan suara yang
diperlukan (minimal 2/3 jumlah anggota). Walaupun sebenarnya jumlah suara yang
masuk lebih banyak menyetujui untuk kembali pada UUD 1945. Dewan Konstituante
pun dianggap tidak mampu menjalankan tugasnya. Akhirnya pada tanggal 5 Juli
1959 Presiden Soekarno mengeluarkan dekrit presiden yang isinya pernyataan
untuk kembali kepada UUD 1945 sekaligus membubarkan Dewan Konstituante.
D. Periode Tahun 1959-1966
Lama periode : 5 Juli
1959 – 22 Februari 1966
Bentuk Negara :
Kesatuan
Bentuk Pemerintahan :
Republik
Sistem Pemerintahan :
Presidensial
Konstitusi : UUD 1945
Pada masa ini
Indonesia memasuki demokrasi terpimpin.
Sistem pemerintahan yang diterapkan adalah presidensial. Presiden Soekarno
menjabat kepala Negara sekaligus kepala pemerintahan. Namun, di masa
pemerintahan ini terjadi penyimpangan-penyimpangan, antara lain sebagai
berikut:
1. Pelaksanaan demokrasi terpimpin
cenderung mengarah pada sentralisasi kekuasaan pada diri presiden, dengan
wewenang yang melebihi ketentuan UUD 1945, yaitu mengeluarkan produk hukum
setingkat undang-undang tanpa persetujuan DPR dalam bentuk penetapan presiden
(penpres), misalnya pembentukan MPRS dengan Penpres No. 2/1959, DPAS dengan
Penpres No. 3/1969.
2. Keluarnya Ketetapan MPRS No.
III/MPRS/1963, yang mengangkat Ir. Sorkarno sebagai presiden seumur hidup.
3. Presiden membubarkan DPR hasil pemilu
1955 pada tahun 1960 karena RAPBN yang diajukan pemerintah tidak disetujui DPR,
kemudian tanpa melalui pemilu lebih dahulu, dibentuklah DPR-GR.
4. Pimpinan lembaga tertinggi (MPRS) dan
lembaga tinggi Negara (DPR) dijadikan menteri Negara yang artinya sebagai
pembantu presiden.
Pada masa ini
terjadi pemberontakan Partai Komunis
Indonesia (PKI) yang dikenal dengan Gerakan 30 September (G-30-S/PKI) yang
menyebabkan kekacauan. Rakyat pun menyerukan tuntutan kepada pemerintah untuk
membubarkan PKI yang lebih dikenal dengan TRITURA (Tiga Tuntutan Rakyat). Untuk
mengatasi keadaan tersebut, Presiden Soekarno mengeluarkan surat perintah
kepada Jenderal Soeharto pada tanggal 11 Maret 1966 yang lebih dikenal dengan
Supersemar (Surat Perintah Sebelas Maret). Dengan keluarnya Supersemar, maka
kekuasaan pun beralih pada Jenderal Soeharto.
E. Periode
Tahun 1966-1998
Lama periode : 22
Februari 1966 – 21 Mei 1998
Bentuk Negara :
Kesatuan
Bentuk Pemerintahan :
Republik
Sistem Pemerintahan :
Presidensial
Konstitusi : UUD 1945
Pada tahun 1968
melalui Sidang Istimewa MPRS, Soeharto diangkat menjadi Presiden RI. Masa
pemerintahan Presiden Soeharto ingin menata kehidupan baru dengan menerapkan
Pancasila dan UUD 1945. Pemerintahan Presiden Soeharto disebut masa Orde Baru,
sedangkan masa sebelumnya disebut Orde Lama.
Orde baru
berhasil menjalankan pemerintahan melalui mekanisme kenegaraan yang lebih
dikenal dengan Mekanisme Kepemimpinan Nasional Lima Tahun, yaitu sebagai
berikut:
1. Dilaksanakan
pemilu untuk mengisi keanggotaan MPR, memilih anggota DPR, DPRD I, dan DPRD II.
2. MPR
terdiri dari anggota DPR dan utusan daerah serta golongan yang ditetapkan
presiden. MPR bersidang untuk memilih presiden dan wakil presiden, serta
menetapkan GBHN untuk 5 tahun.
3. Presiden
membentuk kabinet (menteri-menteri). Kabinet bertanggung jawab kepada presiden.
4. Presiden
adalah mandataris MPR. Presiden bertanggung jawab kepada MPR. Presiden menyampaikan
laporan pertanggungjawaban tiap akhir kepemimpinan kepada MPR.
5. DPR
mengawasi jalannya pemerintahan. Bersama dengan presiden, DPR membentuk
undang-undang.
Meskipun
pemerintahan dijalankan sesuai UUD 1945, masih terjadi banyak penyimpangan, misalnya
proses penyelenggaraan pemerintahan yang serba tertutup tanpa adanya akses
rakyat untuk mengetahuinya, hingga tindak korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN)
yang justru dilakukan oleh pejabat pemerintah. Penyelewengan-penyelewengan
tersebut akhirnya menimbulkan aksi protes dari masyarakat. Bisa dikatakan
hamper setiap hari di kota-kota besar bermunculan aksi demonstrasi dari
masyarakat. Aksi demonstrasi tersebut pada intinya menginginkan mundurnya
pemerintahan Orde Baru dan dibentuk lagi pemerintahan baru yang lebih memihak
pada kepentingan rakyat. Aksi yang berlangsung terus-menerus itu akhirnya
menunjukkan hasil dengan mundurnya Presiden Soeharto pada tanggal 21 Mei 1998.
Kemudian jabatan presiden diserahkan pada Wakil Presiden B.J. Habibie, yang kemudian
membentuk Kabinet Reformasi Pembangunan. Pada masa pemerintahan ini pun,
tuntutan reformasi semakin gencar. Rakyat menuntut perbaikan ekonomi serta
politik dengan diadakan pemilu yang langsung, umum, bebas, dan rahasia, serta
jujur dan adil.
Untuk memenuhi
tuntutan rakyat, dilaksanakan Sidang Istimewa MPR pada tanggal 10-13 November
1998. Dan seperti yang diamanatkan dalam sidang tersebut, dihasilkan
produk-produk hukum sebagai berikut:
1. UU No. 2 Tahun 1999 tentang Partai
Politik.
2. UU No. 3 Tahun 1999 tentang Pemilu.
3. UU No. 4 Tahun 1999 tentang Susunan dan
Kedudukan MPR, DPR, dan DPRD.
4. UU
No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah.
5. UU
No. 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan
Daerah.
6. UU No. 28
Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dari Korupsi, Kolusi, dan
Nepotisme.
Kemudian pada
tanggal 7 Juni 1999 dilaksanakan pemilu yang diikuti oleh 48 partai politik.
Dan berdasarkan Sidang Umum MPR dihasilkan pemerintahan baru, di mana sebagai
presidennya dijabat oleh Abdurrahman Wahid dan wakil presidennya dijabat oleh
Megawati Soekarnoputri. Namun, seperti pemerintahan sebelumnya, masyarakat
banyak melontarkan kritik dan protes pada pemerintahan ini. Setelah menolak
memberikan pertanggungjawabannya di depan Sidang Istimewa MPR, Abdurrahman
Wahid kemudian digantikan oleh wakilnya Megawati Soekarnoputri.
Di masa
pemerintahan Megawati Soekarnoputri, mulai terlihat adanya indikasi kemajuan
dalam hal demokrasi. Di antaranya dapat kita lihat pada penyelenggaraan pemilu
untuk memilih anggota DPD, DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota. Bahkan
telah berhasil melaksanakan pemilihan presiden dan wakil presiden secara
langsung, di mana terpilih sebagai presiden adalah Susilo Bambang Yudhoyono dan
wakil presiden Jusuf Kalla.
A) Berdasarkan UUD
1945 Sebelum Diamandemen.
Pokok-pokok sistem pemerintahan Indonesia berdasarkan
UUD 1945 sebelum diamandemen tertuang dalam Penjelasan UUD 1945 tentang tujuh
kunci pokok sistem pemerintahan negara tersebut sebagai berikut:
1. Indonesia
adalah negara yang berdasarkan atas hukum (rechtsstaat).
2. Sistem
Konstitusional.
3. Kekuasaan
negara yang tertinggi di tangan Majelis Permusyawaratan Rakyat.
4. Presiden
adalah penyelenggara pemerintah negara yang tertinggi dibawah Majelis
Permusyawaratan Rakyat.
5.
Presiden tidak bertanggung jawab kepada Dewan Perwakilan Rakyat.
6. Menteri
negara ialah pembantu presiden, menteri negara tidak bertanggungjawab kepada
Dewan Perwakilan Rakyat.
7. Kekuasaan
kepala negara tidak tak terbatas.
Berdasarkan
tujuh kunci pokok sistem pemerintahan, sistem pemerintahan Indonesia menurut UUD 1945 menganut sistem pemerintahan presidensial.
Sistem pemerintahan ini dijalankan semasa pemerintahan Orde Baru di bawah
kepemimpinan Presiden Suharto. Ciri dari sistem pemerintahan masa itu adalah
adanya kekuasaan yang amat besar pada lembaga kepresidenan. Hampir semua
kewenangan presiden yang di atur menurut UUD 1945 tersebut dilakukan tanpa
melibatkan pertimbangan atau persetujuan DPR sebagai wakil rakyat. Karena itu
tidak adanya pengawasan dan tanpa persetujuan DPR, maka kekuasaan presiden
sangat besar dan cenderung dapat disalahgunakan. Mekipun adanya kelemahan,
kekuasaan yang besar pada presiden juga ada dampak positifnya yaitu presiden
dapat mengendalikan seluruh penyelenggaraan pemerintahan sehingga mampu
menciptakan pemerintahan yang kompak dan solid. Sistem pemerintahan lebih
stabil, tidak mudah jatuh atau berganti. Konflik dan pertentangan antar pejabat
negara dapat dihindari. Namun, dalam praktik perjalanan sistem pemerintahan di
Indonesia ternyata kekuasaan yang besar dalam diri presiden lebih banyak
merugikan bangsa dan negara daripada keuntungan yang didapatkanya.
Memasuki masa
Reformasi ini, bangsa Indonesia bertekad untuk menciptakan sistem pemerintahan
yang demokratis. Untuk itu, perlu disusun pemerintahan yang konstitusional atau
pemerintahan yang berdasarkan pada konstitusi. Pemerintah konstitusional
bercirikan bahwa konstitusi negara itu berisi:
1. adanya
pembatasan kekuasaan pemerintahan atau eksekutif,
2.
jaminan atas hak asasi manusia dan hak-hak warga negara.
Berdasarkan hal
itu, Reformasi yang harus dilakukan adalah melakukan perubahan atau amandemen
atas UUD 1945. dengan mengamandemen UUD 1945 menjadi konstitusi yang bersifat
konstitusional, diharapkan dapat terbentuk sistem pemerintahan yang lebih baik
dari yang sebelumnya. Amandemen atas UUD 1945 telah dilakukan oleh MPR sebanyak
empat kali, yaitu pada tahun 1999, 2000, 2001, dan 2002. berdasarkan UUD 1945
yang telah diamandemen itulah menjadi pedoman bagi sistem pemerintaha Indonesia
sekarang ini.
B) Sistem Pemerintahan Indonesia Berdasarkan UUD 1945 Setelah Diamandemen
Setelah
dilakukan amandemen terhadap konstitusi Indonesia, Undang-undang dasar Negara
Indonesia tahun 1945, maka terjadi perubahan pula pada pokok, pokok sistem
pemerintahan sebagai berikut:
1. Bentuk
negara kesatuan dengan prinsip otonomi daerah yang luas. Wilayah negara terbagi
dalam beberapa provinsi.
2. Bentuk
pemerintahan adalah republik konstitusional, sedangkan sistem pemerintahan
presidensial.
3. Presiden adalah kepala negara dan
sekaligus kepala pemerintahan. Presiden dan wakil presiden dipilih secara
langsung oleh rakyat dalam satu paket.
4. Kabinet atau
menteri diangkat oleh presiden dan bertanggung jawab kepada presiden.
5. Parlemen
terdiri atas dua bagian (bikameral), Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Dewan
Perwakilan Daerah (DPD). Para anggota dewan merupakan anggota MPR. DPR memiliki
kekuasaan legislatif dan kekuasaan mengawasi jalannya pemerintahan.
6. Kekuasaan yudikatif dijalankan oleh
Makamah Agung dan badan peradilan dibawahnya.
Sistem
pemerintahan ini juga mengambil unsur-unsur dari sistem pemerintahan
parlementer dan melakukan pembaharuan untuk menghilangkan kelemahan-kelemahan
yang ada dalam sistem presidensial. Beberapa
variasi dari sistem pemerintahan presidensial di Indonesia adalah sebagai
berikut:
1. Presiden
sewaktu-waktu dapat diberhentikan oleh MPR atas usul dari DPR. Jadi, DPR tetap
memiliki kekuasaan mengawasi presiden meskipun secara tidak langsung.
2. Presiden
dalam mengangkat penjabat negara perlu pertimbangan atau persetujuan dari DPR.
3. Presiden
dalam mengeluarkan kebijakan tertentu perlu pertimbangan atau persetujuan dari
DPR.
4. Parlemen
diberi kekuasaan yang lebih besar dalam hal membentuk undang-undang dan hak
budget (anggaran)
Dengan
demikian, ada perubahan-perubahan baru dalam sistem pemerintahan Indonesia. Hal
itu diperuntukan dalam memperbaiki sistem presidensial yang lama. Perubahan baru tersebut, antara lain adanya
pemilihan secara langsung, sistem bikameral, mekanisme cheks and balance, dan
pemberian kekuasaan yang lebih besar kepada parlemen untuk melakukan pengawasan
dan fungsi anggaran.
Amandemen UUD
1945 juga membawa banyak perubahan dalam sistem ketatanegaraan (struktur
pemerintahan) Indonesia seperti MPR bukan lagi lembaga tertinggi negara.
Terdapat pula perubahan fungsi tugas dan wewenang lembaga negara. Serta ada
juga lembaga yang dibentuk dan dihapuskan.
B. Sistem Pemerintahan India
India
menganut demokrasi parlementer dua kamar dengan sistem politik multipartai yang
kuat. Majelis rendah disebut Lok Sabha
(majelis rakyat) beranggotakan 545 orang. Majelis tinggi disebut Rajya Sabha (majelis Negara bagian)
dengan anggota 250 orang. Parlemen India (Sansad) adalah badan legislatif
tertinggi India. Parlemen ini terdiri dari dua dewan, yaitu Lok Sabha dan Rajya Sabha. Parlemen
India terletak di New Delhi di Sansad Marg. Lok Sabha
(disebut juga Dewan Rakyat oleh Konstitusi India) adalah majelis rendah dalam Parlemen India. Anggota Lok Sabha adalah wakil
langsung dari rakyat India, secara langsung dipilih oleh penduduk dewasa India.
Majelis Rendah adalah salah satu dari
dua “kamar” dalam sistem dua kamar di mana pasangan lainnya adalah Majelis Tinggi. Di banyak
negara, majelis ini seringkali memiliki kekuasaan yang besar karena adanya
batasan terhadap kekuasaan Majelis Tinggi. Dalam sistem parlementer, hanya Majelis
Rendah yang dapat mengangkat kepala pemerintahan atau perdana menteri, dan dapat pula menurunkan mereka
melalui mosi tidak percaya. Beberapa nama
yang umum digunakan untuk Majelis Rendah (lower chamber) adalah:
Chamber of
Deputies
Chamber of
Representatives
House of
Assembly
House of
Commons
House of
Representatives
Legislative
Assembly
National
Assembly
Konstitusi India disetujui parlemen
padan tahun 1950. Konstitusi ini memperoleh inspirasi dari konstitusi Amerika
Serikat serta ide-ide dan praktek-praktek konstitusi Inggris. Konstitusi ini
menetapkan India sebagai Unie Negara Bagian (kini terdapat 22 negara bagian)
dan beberapa wilayah administrasi federal. Tiap Negara bagian memiliki seorang
gubernur yang ditunjuk oleh Presiden, badan legilatif, dan badan pengadilan
sendiri. Pemerintahan uni atau federal, dikepalai oleh presiden dan wakilnya
yang dipilih oleh dewan pemilih yang terdiri atas para anggota badan legislatif
pusat atau negara bagian.
Kekuasaan eksekutif pemerintahan pusat
dijalankan oleh suatu kabinet yang terdiri dari menteri-menteri yang dipimpin
oleh Perdana Menteri. Sedangkan dalam yudikatif, pengadilan negeri pusat
memiliki badan pengadilan tinggi yang dikepalai oleh ketua Mahkamah Agung.
Setiap warga negara India yang telah berusia 21 tahun memiliki hak pilih.
Kesatuan nasional India masih tetap
berlangsung meskipun konstitusi India telah berkali-kali diubah. Peta
politiknya juga pernah berubah karena terbentuknya beberapa negara baru dan
adanya penyesuaian tapal batas sebagai tanggapan terhadap tuntutan pemerintahan
otonomi yang lebih besar dari beberapa kelompok suku dan bahasa. India modern
juga telah mengambil alih beberapa koloni Prancis di anak benua ini.
Kongres Nasional India (Indian National Congress) atau
dikenal dengan Partai Kongres atau Kongres I (yang berarti “Indira”, untuk
membedakannya dengan partai pecahannya, yang disebut “Kongres O” yang dipimpin
oleh K. Kamaraj, seorang tokoh politik dari Tamil Nadu). Partai yang namanya biasa disingkat
INC ini adalah partai politik besar di India, dengan lebih dari 15 juta orang yang terlibat dalam
organisasinya dan lebih dari 70 juta orang ikut serta dalam perjuangannya
melawan Imperium Britania. Setelah kemerdekaan pada 1947, partai ini menjadi partai politik yang dominan di
negara itu.
Dalam Lok Sabha (Parlemen) ke-14 (2004-2009), 145 anggota INC, kelompok yang
terbesar di antara semua partai lainnya, duduk sebagai anggotanya. Saat ini partai
ini adalah anggota utama dari pemerintahan koalisi Aliansi Progresif Bersatu yang didukung oleh Front Kiri. Partai lain
di India adalah Partai Komunis India yang merupakan sebuah partai politik komunis di India. Partai itu dibentuk pada tahun 1920. Sekretaris
Jenderal partai adalah A.B. Bardhan. Partai itu menerbitkan New Age. Organisasi
pemuda partai ialah All India Youth
Federation. Dalam pemilihan umum 2004, partai itu meraih 5.434.738 suara
(1.4%, 10 kursi).
India adalah sebuah negara besar
berpenduduk mayoritas Hindu. Dari total 1,1 milyar penduduk India, 15 persen
diantaranya, sekitar 150 juta jiwa, menganut agama Islam. Karenanya Muslim
adalah penduduk minoritas terbesar di India. Pecahnya India pada tahun 1947
menjadi India dan Pakistan didasari keyakinan oleh beberapa tokoh politik India
saat itu bahwa Hindu dan Muslim tidak bisa hidup di bawah satu atap negara.
Perpecahan berdarah pada bulan Agustus 1947 ini meninggalkan luka emosional dua
komunitas besar di Asia Selatan ini. Meskipun pada akhirnya India mengadopsi
sebuah sistem pemerintahan yang sekuler dan demokratis, pada perkembangannya,
isu komunalisme agama kembali terseret ke dalam kancah politik nasional.
Kampanye politis penuh nuansa
komunalisme dan kebencian yang dimulai pada awal tahun 1980an dan berpuncak
pada insiden berdarah penghancuran Masjid Babri pada tahun 1992 (berlanjut
kepada kerusuhan-kerusuhan komunal di Mumbai, Maharashtra tahun 1993 dan Godhra
di Gujarat pada tahun 2002) ini telah memberikan hasil politik yang variatif
kepada BJP (Bharatiya Janata Party
atau Partai Rakyat India). Kesuksesan BJP membangun ikatan emosional dengan
pemilih, terutama dengan golongan Hindu kasta tinggi yang merasa dicurangi oleh
kebijakan pemerintah melalui implementasi proyek Mandal yang menyediakan
reservasi pekerjaan untuk golongan Hindu kasta rendah, telah mengantarkan BJP
ke tampuk kekuasaan di negara bagian Uttar Pradesh pada tahun 1991. BJP
memenangi 221 kursi dari 425 kursi dewan yang diperebutkan. Ini menunjukkan
bahwa isu keagamaan bisa diangkat sebagai tema utama kampanye politik.
Akan tetapi, pasca insiden Masjid Babri
1992, reaksi terhadap sikap militan BJP ini berbalik 180 derajat. Hasil sebuah
jajak pendapat pasca insiden oleh majalah nasioanl India Today menunjukkan
bahwa 52 % rakyat India menolak penghancuran Masjid Babri, 39 % mendukung dan 8
% tidak mempunyai pendapat. 52 % responden jajak pendapat ini berpendapat BJP
telah melanggar hukum. Hal ini dibuktikan lebih lanjut dengan kekalahan BJP di
dalam pemilu daerah di Madhya Pradesh dan Uttar Pradesh pada tahun 1993.
Keadaan yang bertolak belakang ini telah membuat BJP menata ulang strategi
politiknya. Oleh karenanya, meskipun hubungannya dengan organisasi-organisasi
Hindu puritan masih sangat dekat, di dalam pemilu-pemilu berikutnya pada tahun
1996, 1998 dan 1999, BJP memproyeksikan diri sebagai partai moderat yang memikirkan
kepentingan umum daripada sebuah partai Hindu nasionalis yang militan. Selain
sebagai konsekwensi dari pemroyeksian BJP sebagai penantang partai-partai
politik lain yang mempunyai basis pendukung serupa.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari penjelasan yang sudah dipaparkan dalam bab 2, dapat disimpulkan bahwa
perbandingan sistem pemerintahan Indonesia dengan system pemerintahan India
adalah sebagai berikut:
Kategori
|
Indonesia
|
India
|
Bentuk Negara
|
Kesatuan
dengan otonomi luas mempunyai 33 provinsi
|
Federal
dengan 26 negara bagian dan 7 kesatuan territorial
|
Bentuk
pemerintahan
|
Republik
|
Republik
|
Sistem
pemerintahan
|
Presidensial
dengan masa jabatan 5 tahun
|
Parlementer
dengan masa jabatan 5 tahun
|
Eksekutif
|
Presiden
sebagai kepala Negara sekaligus kepala pemerintahan dipilih langsung oleh
rakyat
|
Presiden
sebagai kepala Negara dipilih oleh anggota parlemen. Perdana menteri sebagai
kepala pemerintahan dipilih oleh mayoritas anggota parlemen
|
Legislatif/parlemen
|
Bikameral, yaitu
DPR dan DPD. Anggota DPR dan DPD menjadi anggota MPR
|
Bikameral,
yaitu Dewan Negara (Rajya Sabha) dan Majelis Rakyat (Lok Sabha)
|
Yudikatif
|
Mahkamah
Agung, Badan Peradilan di bawahnya, dan Mahkamah Konstitusi
|
Supreme Court
|
B. Saran
Negara
Kesatuan Republik Indonesia seharusnya mampu menjalankan pemerintahannya dengan
menganut Pancasila dan UUD 1945 secara konsekuen dan semurni-murninya
DAFTAR PUSTAKA
Anggraini, Hasti; Kasnatan.2013.Panduan Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan 3 SMA, SMK dan MA.Pati:
MGMP Pendidikan Kewarganegaraan Kabupaten Pati 2013.
Struktur
Pemerintahan Republik Indonesia