Tugas individu :
HAK ASASI POLITIK

Oleh :
Restu setiadi
214 101 022
FIA / B
PROGRAM STUDI ILMU
ADMINISTRASI NEGARA
FAKULTAS ILMU
ADMINISTRASI
UNIFERSITAS LAKIDENDE
UNAAHA
2014
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala
limpahan rahmat, taufik dan hiDayah_Nya
sehingga saya dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini dalam bentuk maupun
isinya yang sangat sederhana. Semoga makalah ini dapat dipergunakan sebagai
salah satu acuan, petunjuk maupun pedoman bagi pembaca.
Harapan saya semoga makalah ini membantu menambah
pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca, sehingga saya dapat memperbaiki
bentuk maupun isi makalah ini sehingga kedepannya dapat lebih baik.
Makalah ini saya akui masih banyak kekurangan karena
pengalaman yang saya miliki sangat kurang. Oleh kerena itu saya harapkan kepada
para pembaca untuk memberikan masukan-masukan yang bersifat membangun untuk
kesempurnaan makalah ini.
Unaaha,
22 Desember 2014
Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN
HALAMAN JUDUL................................................................................ i
KATA PENGANTAR............................................................................. ii
DAFTAR ISI............................................................................................. iii
BAB I
PENDAHULUAN........................................................................ 1
A. Latar Belakang........................................................................... 1
B. Rumusan Masalah...................................................................... 1
BAB II
PEMBAHASAN.......................................................................... 2
A. Pengertian HAM......................................................................... 2
B. Pengertian Politik........................................................................ 6
C. Hubungan Antara HAM dan Politik........................................ 11
D. Kasus yang Bermuatan Politik di
Indonesia............................ 15
BAB III
PENUTUP.................................................................................. 19
A. Kesimpulsn.................................................................................. 19
B. Saran............................................................................................ 19
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................. 20
PERNYATAAN....................................................................................... 21
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sejalan dengan agenda demokratisasi di Indonesia pasca-1998,
kesadaran bahwa hak asasi manusia merupakan elemen yang tak terpisahkan dari
demokrasi semakin meluas. Penghormatan hak asasi merupakan prasyarat mutlak
terbentuknya tata kelola pemerintahan yang demokratis. Jaminan penghormatan dan
perlindungan hak asasi tiap warga negara memungkinkan warga memperolah
perlindungan atas kebebasan sipilnya. Dengan demikian, warga dapat
berkontribusi sepenuhnya dalam mewujudkan demokrasi, baik melalui partisipasi
politik secara bebas, keluasan berorganisasi, berpikir dan berpendapat, serta
menempatkannya setara di hadapan hukum. Selain itu, hak azasi manusia pun tak
pernah terlepas dari kehidupan manusia karena hak azasi yang dimiliki manusia
tidak hanya untuk satu bidang. Oleh karena itu, di dalam makalah ini penulis
tertarik untuk memberi judul makalah yaitu “Hak Azasi Manusia dalam Konteks Politik”.
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang dapat diambil oleh penulis
antara lain:
1.
Apakah
yang dimaksud dengan HAM?
2. Apakah yang dimaksud dengan politik?
3.
Bagaimana
hubungan antara HAM dan politik?
4.
Apa saja
kasus pelanggaran HAM yang bermuatan politik di Indonesia?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian HAM
HAM adalah suatu yang melekat pada manusia, yang tanpanya manusia mustahil
dapat hidup sebagai manusia, sifatnya tidak dapat dihilangkan atau dikurangi
oleh siapapun.
1. Prof. Dr. Darji
Darmodiharjo, SH.
HAM adalah hak-hak dasar/pokok yang dibawa manusia sejak lahir sebagai anugrah
Tuhan Yang Maha Esa.
2. Laboratorium
Pancasila IKIP Malang
HAM adalah hak yang melekat pada martabat manusia sebagai insan ciptaan
Tuhan Yang Maha Esa.
3. Prof. Mr. Kuntjono
Purbo Pranoto
HAM adalah hak yang dimiliki manusia menurut kodratnya yang tidak dipisahkan
hakikatnya.
4. Locke
HAM adalah hak-hak yang diberikan langsung oleh Tuhan Yang Maha Pencipta
sebagai sesuatu yang bersifat kodrati.
Selain itu hak asasi manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat
dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan YME dan merupakan anugerahNya yang
wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum,
pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan
martabat manusia. Sejarah HAM dimulai ketika diterimanya Universal Declaration of Human Rights oleh negara-negara yang
tergabung dalam Perserikatan Bangsa-bangsa. Dalam proses ini telah lahir
beberapa naskah yang secara berangsur-angsur menetapkan bahwa ada beberapa hak
yang mendasari kehidupan manusia dan karena itu bersifat universal dan azasi.
Naskah tersebut adalah sebagai berikut :
·
Magna Charta atau Piagam
Agung yang mencatat beberapa hak yang diberikan oleh Raja John dari Inggris
kepada beberapa bangsawan bawahannya atas tuntutan mereka yang sekaligus
membatasi kekuasaan Raja John.
·
Bill of Rights, suatu
undang-undang yang diterima oleh Parlemen Inggris sesudah berhasil dalam tahun
sebelumnya mengadakan perlawanan terhadap Raja James II, dalam suatu revolusi
tak berdarah.
·
Declaration des droits de l’homme et du
citoyen, suatu naskah yang dicetuskan pada permulaan revolusi Perancis sebagai
perlawanan terhadap kesewenangan dari rezim lama.
·
Bill of Rights, suatu naskah
yang disusun oleh rakyat Amerika dalam tahun 1789.
Salah satu hak asasi manusia itu adalah hak sipil dan hak politik. Adapun
definisi hak sipil dan politik yaitu:
Hak-hak sipil dan politik adalah hak yang bersumber dari martabat dan melekat
pada setiap manusia yang dijamin dan dihormati keberadaannya oleh negara agar
menusia bebas menikmati hak-hak dan kebebasannya dalam bidang sipil dan
politik.
Adapun yang berkewajiban untuk melindungi hak-hak sipil dan politik warga
negara sesuai dengan Pasal 8 Undang-undang No. 39 tahun 1999 ditegaskan bahwa
perlindungan, pemajuan, penegakan dan pemenuhan hak asasi manusia terutama menjadi
tanggung jawab pemerintah.
Karakteristik hak-hak sipil dan politik:
1. Dicapai dengan segera
2. Negara bersifat pasif
3. Dapat diajukan ke
pengadilan
4. Tidak bergantung pada
sumber daya
5. Non-ideologis
Di dalam perlindungan hak-hak sipil dan politik, peran negara harus dibatasi
karena hak-hak sipil dan politik tergolong ke dalam negative right, yaitu hak-hak dan kebebasan yang dijamin di
dalamnya akan terpenuhi apabila peran negara dibatasi. Bila negara bersifat intervensionis, maka tidak bisa
dielakkan hak-hak dan kebebasan yang diatur d idalamnya akan dilanggar negara.
Hak-hak yang termasuk ke dalam hak-hak sipil dan politik:
1. Hak
hidup
2. Hak
bebas dari penyiksaan dan perlakuan tidak manusiawi
3. Hak
bebas dari perbudakan dan kerja paksa
4. Hak atas
kebebasan dan keamanan pribadi
5. Hak atas
kebebasan bergerak dan berpindah
6. Hak atas
pengkaun dan perlakuan yang sama dihadapan hukum
7. Hak
untuk bebas berfikir, berkeyakinan dan beragama
8. Hak untuk bebas
berpendapat dan berekspresi
9. Hak untuk
berkumpul dan berserikat
10. Hak untuk turut serta dalam
pemerintahan
Instrumen HAM yang mengatur hak-hak sipil dan politik:
1. UUD 1945 (Pasal 28 A, 28 B
(ayat 1, 2), 28 D (ayat 1, 3, 4), 28 E (ayat 1, 2, 3), 28 f, 28 G (ayat 1, 2),
28 I (ayat 1))
2. Ketetapan MPR
Nomor XVII Tahun 1998 Tentang Hak Asasi Manusia
3. Undang-undang
Nomor 7 Tahun 1984 Tentang Pengesahan Konvensi Mengenai Penghapusan Segala
Bentuk Diskriminasi Terhadap Wanita
4. Undang-undang
Nomor 5 tahun 1998 Tentang Pengesahan Konvensi Menentang Penyiksaan dan
Perlakuan atau Penghukuman Lain Yang Kejam, Tidak Manusiawi atau Merendahkan
Martabat Manusia
5. Undang-undang
Nomor 29 Tahun 1999 Tentang Pengesahan Konvensi Internasional Penghapusan
Segala Bentuk Diskriminasi Rasial
6. UU Nomor 39
Tahun 1999 Tentang HAM (Pasal 9, Pasal 35)
7. UU No. 12 Tahun 2005 Tentang
Pengesahaan Konvenan Internasional Hak-hak Sipil dan Politik
8. Keputusan
Presiden No. 36 Tahun 1990 Tentang Pengesahan Konvensi Hak-hak Anak
9. Deklarasi
Universal Hak Asasi Manusia PBB
Hal-hal yang dilakukan Indonesia dalam menjamin dan melindungi hak-hak sipil
dan politik warga negara, antara lain:
1. Indonesia telah meratifikasi sejumlah
instrumen hak asasi manusia yang terkait hak-hak sipil dan politik
2. Mengamandemenkan Undang-Undang
Dasar 1945 dengan memasukan BAB yang mengatur HAM tersendiri
3. Harmonisasi
berbagai Peraturan Perundang-undangan
4. Melakukan
Deseminisasi dan Sosialisasi di seluruh wilayah Republik Indonesia terkait
dengan Hak-hak Sipil dan Politik
5. Pembentukan
Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, Komisi Nasional Perlindungan anak dan Komisi
Nasional Perempuan
6. Pembentukan
Kementerian Negaran Urusan HAM yang menangani masalah HAM yang kemudian di
gabung dengan Departemen Kehakiman dan HAM yang sekarang berubah menjadi
Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia
7. Mengadili para
pelaku pelanggaran HAM berat di masa lalu melalui Pengadilan HAM Ad Hoc
8. Rencana Aksi Nasional Hak Asasi Manusia
tahun 2004-2009 yang berisi tentang pedoman kerja mengenai langkah-langkah yang
akan disusun secara berencana dan terpadu pada tingkat nasional dalam rangka
mewujudkan penegakan dan perlindungan Hak Asasi Manusia
Dari uraian diatas bisa disimpulkan bahwa HAM merupakan hak paling individu dan
suatu pelaksanaan umum yang baku bagi semua bangsa dan negara dan merupakan
seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai
makhluk Tuhan Yang Maha Esa, yang wajib dihormati, dijunjung tinggi yang
dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah dan setiap orang demi kehormatan oang
demi kehormatan setra perlindungan harkat dan martabat manusia.
B. Pengertian Poltik
Kata politik itu berasal dari bahasa yunani yaitu “polis” dimana artinya adalah negara
kota, dan dari kata polis tersebut bisa didapatkan beberapa kata,
diantaranya :
1. polities => warga
negara
2. politikos => kewarganegaraan
3. politike episteme => ilmu politik
4. politicia => pemerintahan negara
Jadi jika kita tinjau dari asal kata tersebut pengertian
politik secara umum dapat dikatakan bahwa politik adalah kegiatan dalam suatu
sistem politik atau negara yang menyangkut proses penentuan tujuan dari sistem
tersebut dan bagaimana melaksanakan tujuannya.
Namun banyak versi dari pengertian politik tersebut,
diantaranya :
1. Politik adalah seni dan ilmu untuk meraih kekuasaan
secara konstitusional maupun nonkonstitusional.
2. Politik adalah bermacam-macam kegiatan dari suatu sistem
politik (negara) yang menyangkut
proses menentukan tujuan-tujuan dari sistem indonesia dan melaksanakan
tujuan-tujuan itu (Mirriam Budiharjo)
3. Politik adalah perjuangan untuk memperoleh kekuasaan/teknik
menjalankan kekuasaan-kekuasaan atau masalah-masalah pelaksanaan dan kontrol
kekuasaan/pembentukan dan penggunaan kekuasaan (Isjwara)
4. Politik adalah pelembagaan dari hubungan antar manusia yang dilembagakan dalam bermacam-macam
badan politik baik suprastruktur politik dan infrastruktur politik (Sri
Sumantri)
5. Politik adalah usaha yang ditempuh warga negara untuk
mewujudkan kebaikan bersama (Aristoteles)
6. Politik adalah hal yang berkaitan dengan penyelenggaraan
pemerintahan dan negara
7. Politik merupakan kegiatan yang diarahkan untuk
mendapatkan dan mempertahankan kekuasaan di masyarakat.
8. Politik adalah segala sesuatu tentang proses perumusan dan pelaksanaan
kebijakan publik.
Melihat banyak versi pengertian politik tersebut, maka
sebenarnya bisa disimpulkan secara singkat bahwa politik adalah
siasat/cara atau taktik untuk mencapai suatu tujuan tertentu.
C. Hubungan antara HAM dan Politik
Dalam pembukaan UUD 1945 alinea keempat, dijelaskan bahwa
negara Indonesia yang dicita-citakan dan hendak dibangun adalah negara Republik
Indonesia yang berkedaulatan rakyat atau negara demokrasi. HAM adalah salah
satu tiang yang sangat penting untuk menopang terbangun tegaknya sebuah negara
demokrasi.
Sesuai dengan jiwa dan semangat Pembukaan UUD 1945 yang
mengamanatkan hendak dibangunnya negara demokrasi tersebut, maka UUD 1945
mengimplementasikan ke dalam pasal-pasalnya tentang hak-hak asasi manusia.
Bangsa Indonesia sejak awal mempunyai komitmen yang sangat kuat untuk
menjunjung tinggi HAM, oleh karena itu bangsa Indonesia selalu berusaha untuk
menegakkannya sejalan dan selaras dengan falsafah bangsa Pancasila dan
perkembangan atau dinamika jamannya.
Bicara sistem politik pada intinya bicara pilihan sistem
politik. Sistem politik diktator/otoriter/sentralistis/absolutisme atau sistem
politik demokratis/polpulis/kerakyatan, walaupun dalam praktiknya terdapat
varian antara kedua sistem tersebut. Dalam kedua sistem tersebut sistem politik
mempunyai hubungan timbal balik dengan hukum serta berdampak langsung terhadap
penegakan dan pengakuan terhadap HAM.
Dalam sistem politik diktator, hukum yang dihasilkan
berwatak represif, mempertahankan status quo,
mempertahankan kepentingan penguasa. HAM tidak pernah mendapat prioritas.
Pemerintahan diktator memiliki kekuasaan mutlak dan sentralistis, aparat dan
pejabat negara di bawah kontrol/kendali penguasa.
Dalam sistem politik demokratis, watak hukum yang dihasilkan
bersifat responsif, akomodatif. Substansi hukum yang tertuang di dalam beragam
peraturan perundangan yang ada menghormati dan menjunjung tinggi hak asasi
manusia. HAM menjadi salah satu ukuran penegakan hukum. Dalam sistem tersebut
terjalin komunikasi serasi antara opini publik lewat wakil-wakilnya, juga media
massa, agamawan, cendikiawan dan LSM dengan pemerintah. Dengan demikian, sistem
hukumnya ditandai dengan konsep impartiality,
consistency, opennessm predictability dan stability. Semua warga negara mempunyai kedudukan sama di depan
hukum (equality before the law). Ciri
ini yang disebut dengan rule of law.
Untuk tujuan tersebut, demokrasi dikatakan gagal kalau hanya menekankan pada
prosedur melupakan substansi demokrasi. Substansi demokrasi yaitu mewujudkan
kehendak rakyat, yang dibuktikan dari perjuangan wakil-wakilnya di DPR.
D. Kasus pelanggaran HAM yang bermuatan politik
Indonesia
1.
Kerusuhan Mei
1998
Kerusuhan Mei 1998 adalah kerusuhan yang terjadi di
Indonesia pada 13 Mei-15 Mei 1998, khususnya di ibu kota Jakarta namun juga
terjadi di beberapa daerah lain. Kerusuhan ini diawali oleh krisis finansial
Asia dan dipicu oleh tragedi trisakti dimana empat mahasiswa Universitas
Trisakti ditembak dan terbunuh dalam demonstrasi 12 Mei 1998.
Pada kerusuhan ini banyak toko-toko dan
perusahaan-perusahaan dihancurkan oleh amuk massa terutama milik warga
Indonesia keturunan Tionghoa. Konsentrasi kerusuhan terbesar terjadi di Jakarta, Bandung, dan Surakarta. Terdapat ratusan wanita keturunan
Tionghoa yang diperkosa dan mengalami pelecehan seksual dalam kerusuhan
tersebut. Sebagian bahkan diperkosa beramai-ramai, dianiaya secara sadis,
kemudian dibunuh. Dalam kerusuhan tersebut, banyak warga Indonesia keturunan Tionghoa yang meninggalkan Indonesia. Tak hanya itu, seorang aktivis
relawan kemanusiaan yang bergerak di bawah Romo Sandyawan, bernama Ita
Martadinata Haryono, yang masih seorang siswi SMU berusia 18 tahun, juga
diperkosa, disiksa, dan dibunuh karena aktivitasnya. Ini menjadi suatu indikasi
bahwa kasus pemerkosaan dalam kerusuhan ini digerakkan secara sistematis, tak
hanya sporadis.
Amuk massa ini membuat para pemilik toko di kedua kota
tersebut ketakutan dan menulisi muka toko mereka dengan tulisan "Milik
pribumi" atau "Pro-reformasi". Peristiwa ini mirip dengan Kristallnacht di Jerman pada tanggal 9 November 1938 yang menjadi titik awal penganiayaan
terhadap orang-orang Yahudi dan berpuncak pada pembunuhan massal atas mereka di
hampir seluruh benua Eropa oleh pemerintahan Jerman Nazi.
Sampai bertahun-tahun berikutnya Pemerintah Indonesia belum
mengambil tindakan apapun terhadap nama-nama besar yang dianggap provokator
kerusuhan Mei 1998. Bahkan pemerintah mengeluarkan pernyataan berkontradiksi
dengan fakta yang sebenarnya yang terjadi dengan mengatakan sama sekali tidak
ada pemerkosaan massal terhadap wanita keturunan Tionghoa disebabkan tidak ada
bukti-bukti konkret tentang pemerkosaan tersebut.
Sebab dan alasan kerusuhan ini masih banyak diliputi
ketidakjelasan dan kontroversi sampai hari ini. Namun demikian umumnya orang
setuju bahwa peristiwa ini merupakan sebuah lembaran hitam sejarah Indonesia,
sementara beberapa pihak, terutama pihak Tionghoa, berpendapat ini merupakan
tindakan pembasmian terhadap orang Tionghoa.
Pengusutan dan penyelidikan:
Tidak lama setelah kejadian berakhir dibentuklah Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) untuk menyelidiki masalah
ini. TGPF ini mengeluarkan sebuah laporan yang dikenal dengan "Laporan
TGPF".
Mengenai pelaku provokasi, pembakaran, penganiayaan, dan
pelecehan seksual, TGPF menemukan bahwa terdapat sejumlah oknum yang berdasar
penampilannya diduga berlatarbelakang militer. Sebagian pihak berspekulasi
bahwa Pangkostrad Letjen Prabowo Subianto dan Pangdam Jaya Mayjen Sjafrie
Sjamsoeddin melakukan pembiaran atau bahkan aktif terlibat dalam provokasi
kerusuhan ini.
Pada 2004 Komnas HAM mempertanyakan kasus ini kepada
Kejaksaan Agung namun sampai 1 Maret 2004 belum menerima tanggapan dari
Kejaksaan Agung.
Penuntutan Amandemen KUHP:
Pada bulan Mei 2010, Andy Yentriyani, Ketua Subkomisi
Partisipasi Masyarakat di Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan
(Komnas Perempuan), meminta supaya dilakukan amandemen terhadap Kitab
Undang-undang Hukum Pidana. Menurut Andy, Kitab UU Hukum Pidana hanya mengatur
tindakan perkosaan berupa penetrasi alat kelamin laki-laki ke alat kelamin
perempuan. Namun pada kasus Mei 1998, bentuk kekerasan seksual yang terjadi
sangat beragam. Sebanyak 85 korban saat itu (data Tim Pencari Fakta Tragedi Mei
1998), disiksa alat kelaminnya dengan benda tajam, anal, dan oral.
Bentuk-bentuk kekerasan tersebut belum diatur dalam pasal perkosaan Kitab UU
Hukum Pidana.
2.
Kasus mantan Gubernur di Timor-Timur
Abilio Jose Osorio Soares, mantan Gubernur Timtim, yang
diadili oleh
Pengadilan
Hak Asasi Manusia (HAM) ad hoc di
Jakarta atas dakwaan pelanggaran HAM berat di Timtim dan dijatuhi vonis 3 tahun
penjara. Sebuah keputusan majelis hakim yang bukan saja meragukan tetapi juga
menimbulkan tanda tanya besar apakah vonis hakim tersebut benar-benar
berdasarkan rasa keadilan atau hanya sebuah pengadilan untuk mengamankan suatu
keputusan politik yang dibuat Pemerintah Indonesia waktu itu dengan mencari
kambing hitam atau tumbal politik. Beberapa hal yang dapat disimak dari
keputusan pengadilan tersebut adalah sebagai berikut ini:
a. Vonis hakim terhadap
terdakwa Abilio sangat meragukan karena dalam Undang-Undang (UU) No 26/2000
tentang Pengadilan HAM Pasal 37 (untuk dakwaan primer) disebutkan bahwa pelaku
pelanggaran berat HAM hukuman minimalnya adalah 10 tahun sedangkan menurut
pasal 40 (dakwaan subsider) hukuman minimalnya juga 10 tahun, sama dengan
tuntutan jaksa. Padahal Majelis Hakim yang diketuai Marni Emmy Mustafa
menjatuhkan vonis 3 tahun penjara dengan denda Rp 5.000 kepada terdakwa Abilio
Soares. Bagi orang yang awam dalam bidang hukum, dapat diartikan bahwa hakim
ragu-ragu dalam mengeluarkan keputusannya. Sebab alternatifnya adalah apabila
terdakwa terbukti bersalah melakukan pelanggaran HAM berat hukumannya minimal
10 tahun dan apabila terdakwa tidak terbukti bersalah ia dibebaskan dari segala
tuduhan.
b. Publik dapat merasakan suatu perlakuan
"diskriminatif'' dengan keputusan terhadap terdakwa Abilio tersebut karena
terdakwa lain dalam kasus pelanggaran HAM berat Timtim dari anggota TNI dan
Polri divonis bebas oleh hakim. Komentar atas itu justru datang dari Jose Ramos
Horta, yang mengungkapkan kekhawatirannya bahwa kemungkinan hanya rakyat Timor
Timur yang akan dihukum di Indonesia yang mendukung berbagai aksi kekerasan
selama jajak pendapat tahun 1999 dan yang mengakibatkan sekitar 1.000 tewas.
Horta mengatakan, "Bagi saya bukan fair atau tidaknya keputusan tersebut.
Saya hanya khawatir rakyat Timor Timur yang akan membayar semua dosa yang
dilakukan oleh orang Indonesia.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan diatas maka penulis menarik beberapa
kesimpulan, diantaranya:
1. HAM adalah seperangkat hak yang melekat
pada hakikat dan kebaradaan manusia sebagai makhluk Tuhan YME dan merupakan
anugerahNya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara,
hukum, pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat
dan martabat manusia.
2. Politik adalah siasat/cara atau taktik
untuk mencapai suatu tujuan tertentu.
3. Politik dan HAM sangat erat kaitannya,
hal ini bisa dilihat dari sistem politik yang dianut suatu negara akan sangat
mempengaruhi bagaimana perkembangan HAM di negara tersebut.
4. Pernah terjadi kasus pelanggaran HAM di Indonesia yang penuh dengan muatan politik,
contohnya kerusuhan yang terjadi pada Mei 1998 da kasus mantan Gubernur di
Timor-Timur.
B. Saran
Adapun saran yang penulis berikan kepada pembaca adalah:
1. Besar harapan penulis semoga tidak
terjadi lagi pelanggaran-pelanggaran
HAM yang
diwarnai dengan kepentingan politik dan berujung pada anarkisme.
2. Penulis berharap semoga ndon di ndonesia
semakin menjunjung tinggi HAM agar terciptanya persatuan dan perdamaian di
negeri ini.
3. Selain itu pemerintah diharapkan lebih
menigkatkan rasa kepedulianya terhadap HAM dan tidak mementingkan kepentingan
politiknya dan mengabaikan HAM itu sendiri.
DAFTAR PUSTAKA
Budiardjo, Miriam. 2009. Dasar-dasar Ilmu Politik. Jakarta: PT
Gramedia Pustaka Utama
Maksudi, Beddy I. 2011. System Politik Indonesia. Jakarta: PT.
Raja Grafindo Persada
Surbakti,
Ramlan. 1992. Memahami Ilmu Politik.
Jakarta: Gramedia Widiasarana Indonesia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar